-
Damian Mellifont
Recognising discrimination against the legally insane has a long and ugly history, the mistreatment of neurodivergent citizens is alive and well today. Following on, this rapid review addresses the question of: in what ways is discrimination against neurodivergent defendants experienced? Content analysis was applied to 30 relevant papers identified obtained from purposive searches of Legal Source, Google Scholar and Google (grey literature) databases. Content analysis informed three themes of: a) judge or jury member bias; b) loss of freedoms; and c) outdated or narrowly defined laws. The study concludes by warning about a loss of human rights with neurodivergence itself potentially placed on trial through alarmist, inaccurate and demeaning personal judgements. Crucially, a socially just term is promoted to help to depict the discrimination that can be experienced by neurodivergent persons in the contemporary legal system. This term is that of neurodivergism.
Published January 30, 2023
-
Mohammad To'at, Dwia Aries Tina Pulubuhu, Rahmat Muhammad
This study aims to analyze the use of QRIS as a digital payment alternative for young people and explore the factors influencing its adoption among students. This study used a quantitative approach with a descriptive research type. The population in this study were students enrolled in the Master of Sociology Program at Hasanuddin University. The sampling technique in this study was a probability sampling method, with the type of method used being total sampling, where the sample size was the same as the population with a total research sample of 86 people. The results of this study indicate that: first, the level of awareness respondents towards the use of the QRIS application as a transaction method is in the “Enough” category with a TCR of 60.093; second, QRIS functions as a social fact that maintains social order by reducing criminal acts & building trust between individuals; third, there are five stages of the innovation diffusion process in the practice of using the QRIS application among students, namely the introduction, persuasion, decision, implementation, & confirmation stages. Digital awareness in using the QRIS application among respondents involves seven main aspects: posthumanism, human-machine interaction, digital aesthetics, fluidity of identity & consciousness, technology & the evolution of consciousness, transcendence of physical boundaries, & interdisciplinarity.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis penggunaan QRIS sebagai alternatif pembayaran digital bagi anak muda dan mengeksplorasi faktor- faktor yang mempengaruhi adopsinya di kalangan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang terdaftar di Program Magister Sosiologi ,Universitas Hasanuddin, dan Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan metode probability sampling dengan jenis Adapun jenis metode yang digunakan adalah total sampling dimana besar sampel sama dengan populasi dengan jumlah sampel penelitian yaitu sebanyak 86 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, tingkat kesadaran responden terhadap penggunaan aplikasi QRIS sebagai metode transaksi berada pada kategori “Cukup” dengan TCR sebesar 60,093; kedua, QRIS berfungsi sebagai fakta sosial yang menjaga keteraturan sosial dengan mengurangi tindakan kriminal dan membangun kepercayaan antar individu; ketiga, terdapat lima tahapan proses difusi inovasi dalam praktik penggunaan aplikasi QRIS di kalangan mahasiswa, yaitu tahapan pendahuluan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Kesadaran digital dalam penggunaan aplikasi QRIS di kalangan pemuda melibatkan tujuh aspek utama: posthumanism, interaksi manusia-mesin, estetika digital, fluiditas identitas dan kesadaran, teknologi dan evolusi kesadaran, transendensi batas fisik, dan interdisiplinaritas. Adopsi sistem pembayaran digital seperti QRIS di kalangan mahasiswa memiliki implikasi signifikan terhadap inklusi keuangan, keadilan sosial, dan pengurangan ketidaksetaraan
-
Puji Lestari
The issue of mental health has been increasingly prominent as various life pressures become more problematic. Character education can play an important role in improving mental health. By promoting positive values, attitudes, and behaviors, character education can help individuals develop the skills and resilience needed to cope with stress, overcome difficulties, and maintain good mental health. The character education that is the focus of this research is based on the tradition and values of religious teachings, namely the Buddhist tradition of chanting sutta and paritta. Through a descriptive study, this paper discusses the meaning of Buddhist chanting in character education, how chanting in the Buddhist tradition, especially Theravada, can play a role in character education. The meaning of this tradition is found in the implementation, methods, and obstacles encountered in the practice of reading sutta and paritta to embody Buddhist character.
-
Dian Puspita Sari, M. Tahir Kasnawi, Muh. Iqbal Latief, Muhammad Ashabul Kahfi, Saifur Rahman
Patologi sosial melibatkan remaja seringkali dikaitkan dengan budaya urban yang dinamis dengan kerentanan pengaruh nilai dari luar masyarakat sehingga system control sosial melemah. Namun dalam kenyataanya, penyimpangan sosial remaja di wilayah rural juga rentan terjadi sehingga masyarakat pedesaan yang diyakini memiliki system control sosial yang kuat ternyata tergerus oleh kemajuan teknologi informasi. Namun penyimpangan sosial remaja di wilayah pedesaan masih kurang di Indonesia. Untuk itu penelitian ini bertujuan menganalisis faktor penyebab perilaku menyimpang pada kelompok remaja di Desa Malangke, Kabupaten Luwu Utara,Sulawesi Selatan,Indonesia. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan dan wawancara langsung. Informan dalam penelitian ini adalah remaja yang melakukan penyimpangan, orang tua dan masyarakat di Desa Malangke. Penelitian ini mengidentifikasi lima faktor utama yang menjadi penyebab remaja melakukan penyimpangan. yaitu pengaruh teman sebaya, rendahnya pendidikan, oknum kepolisian yang tidak menegakkan hukum dan rentan terhadap sogokan, faktor ekonomi dan faktor lingkungan keluarga. Penelitian ini juga mengeksplorasi pendapat warga untuk menanggulangi perilaku yang menyimpang pada kelompok remaja, yaitu memberikan efek jera, melakukan rehabilitasi bagi pecandu narkoba, meningkatkan kontrol keluarga dan masyarakat, serta kontrol sosial pada aparat desa setempat dan penguatan komitmen kepolisian dalam menegakkan hukum dengan lebih akuntabel.
-
Muhammad Al-khahfi Akhmad, Ramli AT, Sawedi Muhammad
This study explores the phenomenon of teenagers' digital identity duality through the use of main and second accounts on Instagram social media. Using a mixed-methods approach, this study reveals the motivations, impression management strategies, and psychological and social impacts of this practice. The results showed significant differences in self-expression, impression management, self-disclosure, and self-promotion between main and second accounts. Qualitative findings reveal adolescents' motivations for creating a Second account as an expressive space separate from the idealized self-image on the main account, as well as their efforts in negotiating digital identity to fit social norms and the need for self-authenticity. This study reveals the complexity of dynamics in adolescents' identity construction in the digital world, where they attempt to balance the projection of a public self-image with authentic self-expression through the use of multiple accounts. This research contributes to the understanding of how adolescents navigate social pressures and the need to be fully recognized in the context of social media.
Abstrak
Penelitian ini mengeksplorasi fenomena dualitas identitas digital remaja melalui penggunaan akun utama dan akun kedua (second account) di media sosial instagram. Dengan menggunakan pendekatan mixed-methods, studi ini mengungkap motivasi, strategi pengelolaan kesan, serta dampak psikologis dan sosial dari praktik ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam ekspresi diri, manajemen kesan, self-disclosure, dan promosi diri antara akun utama dan second account. Temuan kualitatif mengungkap motivasi remaja membuat Second account sebagai ruang ekspresif yang terpisah dari citra diri ideal di akun utama, serta upaya mereka dalam menegosiasikan identitas digital agar sesuai dengan norma sosial dan kebutuhan autentisitas diri. Studi ini mengungkapkan kompleksitas dinamika dalam konstruksi identitas remaja di dunia digital, di mana mereka berupaya menyeimbangkan proyeksi citra diri publik dengan ekspresi autentik diri melalui penggunaan akun ganda. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman tentang bagaimana remaja menavigasi tekanan sosial dan kebutuhan untuk diakui secara utuh dalam konteks media sosial.